Tiga
puluh lima hari bukanlah waktu yang sebentar. Selama itu pula saya
bersama 9 teman lainnya dari berbagai jurusan mengabdi bersama-sama di
sebuah desa yang dimana pekerjaan utamanya adalah bertani. Jadi tak
heran saya hidup di daerah dengan bantaran sawah yang sangat luas, sawah
yang jarang ditemui di kota-kota.
Dalam
program Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang wajib diikuti oleh mahasiswa
ini, kami bersama-sama membuat program kerja sesuai bidang kami. Saat
itu saya membuat program kerja dalam bidang pendidikan bersama satu
teman saya. Mulai dari kelompok belajar, belajar bahasa inggris, belajar
mengaji, hingga sosialisasi pentingnya wajib belajar, kami lakoni dan
saat itulah kami berdramaturgi tidak hanya menjadi seorang guru namun
juga sebagai teman mereka yang mennyemangati mereka untuk terus belajar.
Desa
Kertayasa, disitulah kami mengabdi. Banyak pelajaran kehidupan yang
kami dapat. Pelajaran hidup yang tidak pernah kami alami sebelumnya.
Sawah yang luas, air sungai yang deras, pohon bambu yang masih sering
dijumpai, serta suara jangkrik yang terdengar setiap malam membuat
pikiran kami begitu damai. Begitu jauh dari kehidupan di kota.
Masyarakat
setempat begitu ramah dan masih menjunjung tata krama serta sopan
santun. Mereka begitu antusias dan berharap lebih kepada kami yang
datang dari kota untuk memberikan sedikit ilmu yang kami peroleh dari
kampus baik kesehatan, pendidikan, lingkungan maupun ekonomi.
Masih
teringat jelas senyum anak-anak kecil yang setiap hari mengajak kami
untuk bermain bersama di sawah. Sore itu tepatnya, kami bersama mereka
menyusuri sawah yang amat luas. Menikmati angin sepoi-sepoi serta udara
yang masih sejuk. Gemricik air yang terdengar membuat pikiran kami lebih
segar dan mampu menghilangkan rasa lelah.
Tidak
hanya anak-anak kecil saja, para orangtua serta pemuda desa juga
menyambut kami dengan hangat. Kami tidak dianggap sebagai orang asing
lagi. Kami sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga besar dan warga
mereka. Kami berpartisipasi dalam kegiatan rutin mereka, terjun langsung
dalam rapat baik rapat RT maupun rapat dengan perkumpulan petani.
Hampir setiap malam kami duduk bersama dengan warga berbicara dalam
segala bidang.
Berbaur
dengan masyarakat desa sangat berbeda jika dibandingkan dengan
masayarakat kota. Kami berbaur dan berbincang sehingga seolah-olah tidak
ada sekat bahwa kami adalah seorang mahasiswa, yang kebanyakan dianggap
mereka adalah golongan terpelajar dengan mereka yang dominan dengan
pekerjaannya seperti bertani, beternak, dan berusaha kecil-kecilan.
Mereka sudah seperti keluarga kedua kami.
Berat sekali untuk kembali ke
kota dan meninggalkan masyarakat desa setempat yang sangat ramah serta
alam yang begitu menenangkan jiwa. Tapi apadaya waktu kami sudah habis
dan kami harus kembali menjalani rutinitas untuk melaksanakan kewajiban
kami lagi sebagai mahasiswa. Bagaimanapun saya tak akan lupa akan hal
itu. Terima kasih pelajaran hidupnya selama 35 hari.